Grebeg Maulud di Desa Cilibur tahun ini bukan sekadar seremonial memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, melainkan juga momentum memperkuat jati diri masyarakat desa melalui doa, tradisi, dan kepedulian sosial. Dengan tema “Bersatu dalam Doa dan Tradisi, Mengalirkan Berkah dari Mata Air Cilibur”, acara ini menjadi ruang kebersamaan yang menyatukan warga lintas generasi, dari anak-anak hingga sesepuh desa.
Yang menarik, konsep acara dirancang menyatu dengan akar budaya lokal. Gunungan hasil bumi yang disusun oleh masing-masing RW melambangkan rasa syukur atas limpahan rezeki dari tanah Cilibur. Sedangkan pengambilan air dari berbagai sumber mata air desa, yang kemudian disatukan menjadi Ma’ul Khayat atau air kehidupan, merupakan simbol harapan agar kesejahteraan dan keberkahan terus mengalir untuk seluruh warga. Ritual ini tidak hanya sakral secara spiritual, tetapi juga mengingatkan masyarakat pada pentingnya menjaga kelestarian alam, khususnya sumber air yang menjadi penopang kehidupan.
Kehadiran anak-anak yatim piatu yang dirangkul dalam acara ini memberikan makna sosial yang mendalam. Santunan yang diberikan bukan hanya bentuk empati, tetapi juga penegasan bahwa desa hadir untuk merawat kebersamaan, tidak meninggalkan yang lemah dan membutuhkan.
Rangkaian acara yang diawali dengan kirab sholawat, qiroah, hingga mauidhoh khasanah oleh ulama kharismatik, semakin menegaskan bahwa tradisi dan agama bisa berjalan beriringan, saling menguatkan, serta melahirkan harmoni sosial.
Pada akhirnya, Grebeg Maulud Desa Cilibur adalah cerminan masyarakat yang berbudaya sekaligus religius. Tradisi dijaga, nilai Islam ditegakkan, kepedulian sosial ditebarkan, dan lingkungan dihargai. Semua menyatu dalam semangat kebersamaan: dari mata air Cilibur, untuk keberkahan bersama.
Grebeg Maulud di Desa Cilibur tahun ini bukan sekadar seremonial memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, melainkan juga momentum memperkuat jati diri masyarakat desa melalui doa, tradisi, dan kepedulian sosial. Dengan tema “Bersatu dalam Doa dan Tradisi, Mengalirkan Berkah dari Mata Air Cilibur”, acara ini menjadi ruang kebersamaan yang menyatukan warga lintas generasi, dari anak-anak hingga sesepuh desa.
Yang menarik, konsep acara dirancang menyatu dengan akar budaya lokal. Gunungan hasil bumi yang disusun oleh masing-masing RW melambangkan rasa syukur atas limpahan rezeki dari tanah Cilibur. Sedangkan pengambilan air dari berbagai sumber mata air desa, yang kemudian disatukan menjadi Ma’ul Khayat atau air kehidupan, merupakan simbol harapan agar kesejahteraan dan keberkahan terus mengalir untuk seluruh warga. Ritual ini tidak hanya sakral secara spiritual, tetapi juga mengingatkan masyarakat pada pentingnya menjaga kelestarian alam, khususnya sumber air yang menjadi penopang kehidupan.
Kehadiran anak-anak yatim piatu yang dirangkul dalam acara ini memberikan makna sosial yang mendalam. Santunan yang diberikan bukan hanya bentuk empati, tetapi juga penegasan bahwa desa hadir untuk merawat kebersamaan, tidak meninggalkan yang lemah dan membutuhkan.
Rangkaian acara yang diawali dengan kirab sholawat, qiroah, hingga mauidhoh khasanah oleh ulama kharismatik, semakin menegaskan bahwa tradisi dan agama bisa berjalan beriringan, saling menguatkan, serta melahirkan harmoni sosial.
Pada akhirnya, Grebeg Maulud Desa Cilibur adalah cerminan masyarakat yang berbudaya sekaligus religius. Tradisi dijaga, nilai Islam ditegakkan, kepedulian sosial ditebarkan, dan lingkungan dihargai. Semua menyatu dalam semangat kebersamaan: dari mata air Cilibur, untuk keberkahan bersama.